TRENDING NOW

Qurban harus setiap tahun atau sekali seumur hidup?

Kaos Distro : Di desa kami, ketika kami ajak untuk berqurban, maka biasa yang ia ucapkan, “Saya sudah pernah berqurban.” Ada pula yang berkata, “Saya sudah berqurban tahun lalu.”
Iedul Adha
Iedul Adha
Yang perlu diketahui bahwa para ulama memberikan syarat dalam berqurban adalah muslim, mampu (berkecukupan), sudah baligh (dewasa) dan berakal.
Walaupun memang tidak diwajibkan untuk berqurban, namun baiknya setiap tahun tetap berqurban apalagi mampu, kaya atau berkecukupan. Hukum berqurban yang tepat memang sunnah (dianjurkan) menurut kebanyakan ulama.
Imam Nawawi dalam Al Minhaj (3: 325) berkata, “Qurban itu tidak wajib kecuali bagi yang mewajibkan dirinya untuk berqurban (contoh: nadzar).”
Dalam Al Majmu’ (8: 216), Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Menurut madzhab Syafi’i dan madzhab mayoritas ulama, hukum qurban adalah sunnah muakkad bagi yang mudah (punya kelapangan rezeki) untuk melakukannya dan itu tidak wajib.”
Di kitab lainnya, Imam Nawawi mengatakan, “Para ulama berselisih pendapat mengenai wajibnya qurban bagi orang yang memiliki kelapangan rezeki. Menurut mayoritas ulama, hukum berqurban adalah sunnah. Jika seseorang meninggalkannya tanpa udzur (tidak berdosa), ia tidaklah berdosa dan tidak ada qadha’ (tidak perlu mengganti).” (Syarh Shahih Muslim, 13: 110)
Artinya, apa yang dikatakan Imam Nawawi bahwa siapa yang punya kemampuan (kelapangan rezeki) setiap tahun untuk berqurban tetaplah berqurban.

Nasehat untuk Berqurban

Jangan sampai enggan berqurban karena takut harta berkurang.
Jangan sampai enggan berqurban karena khawatir akan kurang modal usaha.
Jangan sampai enggan berqurban karena khawatir tidak bisa hidupi lagi keluarga.
Justru dengan berqurban harta semakin berkah, usaha semakin dimudahkan, segala kesulitan terangkat, lebih-lebih kesukaran di akhirat.
Juga terbukti, berqurban dan bersedekah tidak pernah menjadikan orang itu miskin.
Atau ada yang pernah lihat ada orang yang jatuh bangkrut dan miskin gara2 ikut qurban?
Justru yang pelit dengan hartanya yang biasa merugi dan jatuh pailit.
Noted: Tetap dasari semuanya ikhlas meraih ridha Allah.
Ingatlah yang Allah janjikan,
وَمَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ
Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia-lah Pemberi rezki yang sebaik-baiknya.” (QS. Saba’: 39).
Ingatlah yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sabdakan,
مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ
Sedekah tidaklah mengurangi harta.” (HR. Muslim no. 2558)
Hanya Allah yang memberi taufik.

Lebih indah mana, wanita dunia ataukah bidadari surga?

Jawab:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,
Di surga ada dua jenis bidadari.
kaos distroPertama, wanita yang Allah ciptakan secara khusus, untuk menjadi bidadari di surga
Mereka bukan penduduk dunia. Karena Allah menyatakan dalam al-Quran bahwa mereka tidak pernah disentuh lelaki dari kalangan jin dan manusia. Allah berfirman,
فِيهِنَّ قَاصِرَاتُ الطَّرْفِ لَمْ يَطْمِثْهُنَّ إِنْسٌ قَبْلَهُمْ وَلَا جَانٌّ
Di dalam syurga itu ada bidadari-bidadari yang sopan menundukkan pandangannya, tidak pernah disentuh sebelum suami mereka (penduduk surga), baik oleh manusia, maupun oleh jin. (QS. ar-Rahman: 56).
Karena itu, di ayat lain Allah menyebutkan bahwa mereka diciptakan langsung besar menjadi penduduk surga. Allah berfirman,
إِنَّا أَنْشَأْنَاهُنَّ إِنْشَاءً ( ) فَجَعَلْنَاهُنَّ أَبْكَارًا
Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung jadi gadis. ( ) dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan. (QS. al-Waqiah: 55 – 56).
Kedua, wanita dunia yang masuk surga. Allah jadikan mereka bidadari mendampingi suaminya yang juga masuk surga.
Keterangan selengkapnya bisa anda pelajari di: Bidadari Surga
Selanjutnya, mana yang lebih indah antara bidadari asli surga dengan bidadari asli dari Dunia?
Ulama berbeda pandapat dalam hal ini.
Ada satu hadis dari Ummu Salamah, namun hadis ini diperselisihkan keabsahannya.
Ummu Salamah Radhiyallahu ‘anha pernah bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Ya Rasulullah, mana yang lebih afdhal, bidadari asli surga ataukah wanita dunia?”
Beliau mengatakan,
بل نساء الدنيا أفضل من الحور العين كفضل الظهارة على البطانة
Wanita dunia lebih afdhal dari pada bidadari asli surga. Sebagaimana bagian luar baju lebih bagus dari pada bagian dalamnya.
“Mengapa bisa demikian, ya Rasulullah?” tanya Ummu Salamah.
Jawab Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
بصلاتهن وصيامهن وعبادتهن لله عز و جل ألبس الله عز و جل وجوههن النور وأجسادهن الحرير بيض الألوان خضر الثياب صفر الحلي
“Disebabkan karena mereka shalat, berpuasa, dan melakukan ibadah kepada Allah. Allah berikan dia hiasan cahaya di wajahnya, memakai sutra putih warnanya, dan baju berwarna hijau, serta perhiasan kuning mengkilap.”
Status Hadis:
Hadis ini diriwayatkan Thabrani dalam al-Mu’jam al-Ausath (3141). Dan sebagian ulama menilainya sebagai hadis munkar. (Dhaif at-Targhib wa at-Tarhib, 2/253).
Hanya saja, banyak ulama mengatakan bahwa bidadari asal dunia, para wanita mukminah bani adam, lebih indah dibandingkan bidadari asli surga.
Ibnu Mubarok menyampaikan riwayat dari Hibban bin Abi Jabalah. Beliau mengatakan,
إن نساء الدنيا من دخل منهن الجنة فضلن على الحور العين بما عملن في الدنيا
Sesungguhnya wanita dunia yang masuk surga lebih unggul dibandingkan wanita surga, disebabkan amal yang mereka kerjakan sewaktu di dunia. (Tafsir al-Qurthubi, 16/154).
Imam Ibnu Utsaimin menjelaskan,
المرأة الصالحة في الدنيا- يعني: الزوجة- تكون خيراً من الحور العين في الآخرة ، وأطيب وأرغب لزوجها ، فإن النبي صلى الله عليه وعلى آله وسلم أخبر أن أول زمرة تدخل الجنة على مثل صورة القمر ليلة البدر
Wanita solihah di dunia – yaitu para istri – lebih baik dibandingkan bidadari di akhirat. Mereka lebih indah dan lebih dicintai suaminya. Karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan bahwa  kelompok pertama yang masuk surga itu seperti cahaya bulan di malam purnama. (Fatawa Nur ‘ala ad-Darb, 12/58)
Demikian,
Semoga bisa memotivasi para calon ratu bidadari…
Allahu a’lam 

Hartamu Diperoleh Dari Mana Dan Dibelanjakan Untuk Apa ?

Kaos Distro – Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam Bersabda : “Kedua kaki seorang hamba pada hari kiamat tidak akan beranjak hingga dia ditanya tentang umurnya untuk apa dihabiskan? Tentang ilmunya apa yang telah diamalkan? Tentang hartanya darimana ia peroleh dan kemana ia habiskan? Tentang tubuhnya untuk apa ia gunakan?”(HR.Tirmidzi)
Sobat, perkara yang luar biasa dahsyat yang akan dihadapi manusia pada hari kiamat nanti adalah yaumul hisab. Pada saat itu tidak ada sesuatupun yang tersembunyi dari perbuatan yang pernah dilakukan manusia didunia. Semua akan dipertanggungjawabkan dihadapan Allah.
Yang berat dipertanggungjawabkan adalah harta yang diperoleh dari mana dan dibelanjakan untuk apa? Manusia selalu bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan untuk memenuhi kebutuhan tersebut, mereka berusaha untuk bekerja keras. Namun dalam bekerja keras, bagaimana memperoleh hartanya? Apakah pekerjaan yang dilakukan halal atau Harta haram? Banyak manusia yang karena ingin dapat harta, mereka bekerja dengan menghalalkan segala cara,, nah ini yang tidak diperbolehkan dalam Islam.
Harta haram : Nah sobat, walaupun kita membutuhkan harta, maka peroleh dengan benar yaitu dengan bekerja dan pekerjaan tersebut dihalalkan dalam Islam. yakin bahwa Allah akan berikan rezeki yang terbaik dan berkah buat kita. karena harta yang kita miliki akan dipertanggungjawabkan kelak. Semoga kita semua bisa memperoleh harta yang halal dan harta tersebut dipergunakan dengan sebaik-baiknya. Aamiin.

Kapan Mau Hijrah?

Kapan mau hijrah? Kalau serius berhijrah, janganlah menunda-nunda.

Apa Sih yang Dimaksud Hijrah?

Kaos Distro – Secara etimologi, hijrah adalah lawan dari kata washal (bersambung). Maksud hijrah di sini adalah berpisahnya seseorang entah berpisah dengan badan, dengan lisan, dengan hati.
Hijrah
Hijrah
Asal hijrah di sini bermakna meninggalkan, yaitu meninggalkan berbicara atau meninggalkan perbuatan. Tidak berbicara pada orang lain, itu bermakna hajr.
Sedangkan kalau membahas hijrah, ada dua maksud:
  1. Hijrah hissi, yaitu berpindah tempat, yaitu berpindah dari negeri kafir ke negeri Islam atau berpindah dari negeri yang banyak fitnah ke negeri yang tidak banyak fitnah. Ini adalah hijrah yang disyari’atkan.
  2. Hijrah maknawi (dengan hati), yaitu berpindah dari maksiat dan segala apa yang Allah larang menuju ketaatan.

Setiap manusia mesti berhijrah, yaitu menjadi lebih baik dari sebelumnya. Yang akan diulas dalam tulisan ini adalah berhijrah dari maksiat pada ketaatan.

Ingatlah, Tujuan Kita Diciptakan

Allah Ta’ala berfirman,
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat: 56)
Allah tidak menciptakan kita sia-sia, pasti ada suatu perintah dan larangan yang mesti kita jalankan dan mesti kita jauhi. Allah Ta’ala berfirman,
أَفَحَسِبْتُمْ أَنَّمَا خَلَقْنَاكُمْ عَبَثًا وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا لَا تُرْجَعُونَ
Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?” (QS. Al-Mu’minun: 115).
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah mengatakan, “Apakah kalian diciptakan tanpa ada maksud dan hikmah, tidak untuk beribadah kepada Allah, dan juga tanpa ada balasan dari-Nya?” (Madarij As-Salikin, 1: 98)
Jadi beribadah kepada Allah adalah tujuan diciptakannya jin, manusia dan seluruh makhluk. Makhluk tidak mungkin diciptakan begitu saja tanpa diperintah dan tanpa dilarang. Allah Ta’ala berfirman,
أَيَحْسَبُ الْإِنْسَانُ أَنْ يُتْرَكَ سُدًى
Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggungjawaban)?” (QS. Al-Qiyamah: 36).
Imam Asy Syafi’i mengatakan,
لاَ يُؤْمَرُ وَلاَ يُنْهَى
“(Apakah mereka diciptakan) tanpa diperintah dan dilarang?”.
Ulama lainnya mengatakan,
لاَ يُثاَبُ وَلاَ يُعَاقَبُ
“(Apakah mereka diciptakan) tanpa ada balasan dan siksaan?” (Lihat Madarij As-Salikin, 1: 98)

Menjadi Manusia Ideal

Manusia ideal tentu saja yang merealisasikan tujuan penciptaannya di atas. Ia menjalankan yang diperintahkan oleh Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Perintah dan larangan ini dalam hal hubungan dengan Allah dan hubungan dengan sesama. Manusia ideal adalah yang baik terhadap Allah dan terhadap manusia. Kriteria ini masuk dalam kriteria orang shalih.
Ibnu Hajar berkata, “Shalih sendiri berarti,
الْقَائِم بِمَا يَجِب عَلَيْهِ مِنْ حُقُوق اللَّه وَحُقُوق عِبَاده وَتَتَفَاوَت دَرَجَاته
“Orang yang menjalankan kewajiban terhadap Allah dan kewajiban terhadap sesama hamba Allah. Kedudukan shalih pun bertingkat-tingkat” (Fath Al-Bari, 2: 314).
Karena Rasul tidak hanya diutus untuk membetulkan ibadah, namun juga mengajarkan akhlak sesama. Disebutkan dalam hadits, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّمَا بُعِثْتُ لأُتَمِّمَ صَالِحَ الأَخْلاَقِ
Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan baiknya akhlak.” (HR. Ahmad, 2: 381. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Mendekati Ideal

Dari hadits ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,
إِنّمَا النَّاسُ كَالإِبْلِ المِائَةِ لاَ تَكَادُ تَجِدُ فِيْهَا رَاحِلَةٌ
Sesungguhnya manusia seperti unta sebanyak seratus, hampir-hampir tidaklah engkau dapatkan di antara unta-unta tersebut, seekor pun yang layak untuk ditunggangi.” (HR. Bukhari, no. 6498).
Maksud hadits, tak ada memang yang sempurna. Namun tetap memang ada yang mendekati ideal atau kesempurnaan.
Karena Rasul juga mengatakan bahwa yang terbaik bukanlah orang yang tidak pernah berbuat dosa. Setiap manusia pernah berbuat salah. Yang paling baik dari mereka adalah yang mau bertaubat.
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كُلُّ ابْنِ آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ
Setiap manusia pernah berbuat salah. Namun yang paling baik dari yang berbuat salah adalah yang mau bertaubat.” (HR. Tirmidzi no. 2499; Ibnu Majah, no. 4251; Ahmad, 3: 198. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)
Kata Ibnu Rajab dalam Fathul Barinya, yang dimaksud at-tawwabun adalah:
أَيْ الرَّجَّاعُونَ إِلَى اللَّهِ بِالتَّوْبَةِ مِنْ الْمَعْصِيَةِ إِلَى الطَّاعَةِ .
“Orang yang mau kembali pada Allah dari maksiat menuju ketaatan.“ Artinya, mau berhijrah dari maksiat dahulu menjadi lebih baik saat ini.
Tentu saja hijrah tersebut haruslah tulus lillah, tulus karena Allah …
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا
Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya).” (QS. At Tahrim: 8)
Ibnu Katsir menerangkan mengenai taubat yang tulus sebagaimana diutarakan oleh para ulama, “Taubat yang tulus yaitu dengan menghindari dosa untuk saat ini, menyesali dosa yang telah lalu, bertekad tidak mengulangi dosa itu lagi di masa akan datang. Lalu jika dosa tersebut berkaitan dengan hak sesama manusia, maka ia harus menyelesaikannya atau mengembalikannya.” (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 7: 323).
Hudzaifah pernah berkata,
بحسب المرءِ من الكذب أنْ يقول : أستغفر الله ، ثم يعود
“Cukup seseorang dikatakan berdusta ketika ia mengucapkan, “Aku beristighfar pada Allah (aku memohon ampun pada Allah) lantas ia mengulangi dosa tersebut lagi.” (Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 2: 411).

Siapa Saja yang Mau Berhijrah …

Siapa saja yang mau berhijrah, Allah akan menerima hijrahnya.
قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Az Zumar: 53).
Tentu saja setelah berhijrah, seseorang harus punya tekad menjadi baik dan bertekad tidak mengulangi lagi maksiat yang dahulu dilakukan.
ثَوَابُ الحَسَنَةِ الحَسَنَةُ بَعْدَهَا
“Balasan dari kebaikan adalah kebaikan selanjutnya.”
Begitu juga dalam ayat disebutkan,
وَيَزِيدُ اللَّهُ الَّذِينَ اهْتَدَوْا هُدًى
Dan Allah akan menambah petunjuk kepada mereka yang telah mendapat petunjuk.” (QS. Maryam: 76)

Agar Bisa Istiqamah dalam Berhijrah?

Ingatlah kalau bisa istiqamah, itu benar-benar suatu karunia yang besar. Kata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah disampaikan oleh muridnya Ibnul Qayyim dalam Madarij As-Salikin,
أَعْظَمُ الكَرَامَةِ لُزُوْمُ الاِسْتِقَامَةِ
“Karamah yang paling besar adalah bisa terus istiqamah.”

Kiat agar bisa terus istiqamah adalah:
  1. Harus dimulai dengan niatan yang ikhlas.
  2. Meninggalkan maskiat dahulu yang dilakukan.
  3. Bertekad untuk jadi lebih baik.
  4. Mencari lingkungan bergaul yang baik.
  5. Berusaha terus menambah ilmu lewat majelis ilmu.
  6. Memperbanyak doa.

Terutama masalah teman, ini teramat penting. Karena tanpa teman yang baik, kita sulit untuk berubah.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الْمَرْءُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ
Seseorang akan mencocoki kebiasaan teman karibnya. Oleh karenanya, perhatikanlah siapa yang akan menjadi teman karib kalian”. (HR. Abu Daud, no. 4833; Tirmidzi, no. 2378; Ahmad, 2: 344. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan. Lihat Shahihul Jaami’ 3545).
Teman-teman shalih bisa didapat di majelis ilmu. Kata Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالْجَلِيسِ السَّوْءِ كَمَثَلِ صَاحِبِ الْمِسْكِ ، وَكِيرِ الْحَدَّادِ ، لاَ يَعْدَمُكَ مِنْ صَاحِبِ الْمِسْكِ إِمَّا تَشْتَرِيهِ ، أَوْ تَجِدُ رِيحَهُ ، وَكِيرُ الْحَدَّادِ يُحْرِقُ بَدَنَكَ أَوْ ثَوْبَكَ أَوْ تَجِدُ مِنْهُ رِيحًا خَبِيثَةً
“Seseorang yang duduk (berteman) dengan orang sholih dan orang yang jelek adalah bagaikan berteman dengan pemilik minyak misk dan pandai besi. Jika engkau tidak dihadiahkan minyak misk olehnya, engkau bisa membeli darinya atau minimal dapat baunya. Adapun berteman dengan pandai besi, jika engkau tidak mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar, minimal engkau dapat baunya yang tidak enak.” (HR. Bukhari, no. 2101, dari Abu Musa)
Yang jelas hijrah tersebut harus ikhlas karena Allah, bukan karena cari ridha manusia.
Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
وما لا يكون له لا ينفع ولا يدوم
“Segala sesuatu yang tidak didasari ikhlas karena Allah, pasti tidak bermanfaat dan tidak akan kekal.”  (Dar-ut Ta’arudh Al ‘Aql wan Naql, 2: 188).
Para ulama juga memiliki istilah lain,
ما كان لله يبقى
“Segala sesuatu yang didasari ikhlas karena Allah, pasti akan langgeng.”
Juga jangan lupa untuk panjatkan doa pada Allah. Karena tanpa pertolongan-Nya, kita tak berdaya dengan berbagai godaan. Do’a yang paling sering nabi panjatkan agar bisa terus istiqamah adalah,
يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِى عَلَى دِينِكَ
“Ya muqollibal qulub tsabbit qolbi ‘alaa diinik (Wahai Dzat yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu).”
Ummu Salamah pernah menanyakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kenapa do’a tersebut yang sering beliau baca. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya menjawab,
يَا أُمَّ سَلَمَةَ إِنَّهُ لَيْسَ آدَمِىٌّ إِلاَّ وَقَلْبُهُ بَيْنَ أُصْبُعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ اللَّهِ فَمَنْ شَاءَ أَقَامَ وَمَنْ شَاءَ أَزَاغَ
“Wahai Ummu Salamah, yang namanya hati manusia selalu berada di antara jari-jemari Allah. Siapa saja yang Allah kehendaki, maka Allah akan berikan keteguhan dalam iman. Namun siapa saja yang dikehendaki, Allah pun bisa menyesatkannya.”
Dalam riwayat lain dikatakan,
إِنَّ الْقُلُوبَ بِيَدِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ يُقَلِّبُهَا
“Sesungguhnya hati berada di tangan Allah ‘azza wa jalla, Allah yang membolak-balikkannya.”

Kapan Mau Hijrah?

Allah Ta’ala menyeru kita,
وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.” (QS. Ali Imran: 133)
Dalam ayat di atas disuruh bersegera bertaubat. Ini berarti disuruh pula untuk segera meninggalkan maksiat dan raihlah ampunan Allah. Ini maksud yang sama yang berisi perintah untuk segera berhijrah.
Imam Asy-Syaukani dalam Fath Al-Qadir menyatakan,
سارعوا إلى ما يوجب المغفرة من الطاعات
“Bersegeralah meraih ampunan Allah dengan melakukan ketaatan.”

Semoga kita bisa semangat terus dalam berhijrah, menjadi lebih baik mulai saat ini dan bisa terus istiqamah.
@ Sekolah Vokasi Teknik Sipil UGM, 18 Jumadal Ula 1437 H
Oleh Al-Faqir Ila Maghfirati Rabbihi: Muhammad Abduh Tuasikal

Mengapa berbuat dosa itu nikmat?

Bermaksiat : Sesungguhnya Allah SWT memilih menusia untuk menjadi kholifah di bumi karena manusia itu diciptakan sangat sempurna, yang mempunyai akal, sehingga manusia bisa memilih dan memilah antara yang baik dan buruk. Mari kita ingat pada kisah ayah kita Nabi Adam A.S. Ketika belioau masih berada di surga, iblis sangat kuwalahan dalam menggoda dan menjerumuskannya. Namun akhirnya iblis melihat titik kelemahan Nabi Adam yaitu pada nafsunya, sehingga kemudian iblis tersebut berhasil menjerumuskan Nabi Adam A.S.kepada jalan yang tidak di rodhoi oleh Allah SWT. Ini bisa kita jadikan renungan dan pelajaran bersama, bahwa mau tidak mau kita harus mengaku bahwa kita itu mempunyai titik kelemahan bernama nafsu. Titik itu sangat berbahaya, karena nafsu, kita akan melihat segala hal menjadi kebalikannya. Melihat kesengsaraan menjadi kenikmatan, melihat buruk menjadi baik, serta melihat hal baik sebagai suatu yang menjemukan.
Kaos Distro - Berhati Hatilah! Ketika Engkau Selalu Bermaksiat, Tapi Merasa Allah Selalu Memberimu Nikmat
Kaos Distro – Berhati Hatilah! Ketika Engkau Selalu Bermaksiat, Tapi Merasa Allah Selalu Memberimu Nikmat
Mengapa berbuat dosa itu nikmat? Karena kita melihatnya dengan pandangan nafsu. Dan memang Allah SWT telah mengizinkan keburukan itu memberikan balasan atau imbalan yang lebih cepat. Ketika kita berbuat maksiat, kita akan merasakan nikmat, dan memang nikmat itu diizinkan oleh Alloh untuk datang dengan cepat. Berbeda dengan kebaikan yang balasannya tidak secara langsung, akan tetapi berangsur-angsur untuk menguji keikhlasan kita. Mengapa seperti itu? Ya memang itulah tantangan untuk kita.
Berhati-hatilah kawan, dengan hal ini.
Dalam hadits Qudsi Alloh SWT berfirman:
“ Apabila kalian berbuat dosa, maka janganlah kalian lihat besar kecilnya dosa itu, akan tetapi lihatlah, kepada siapa kalian berbuat dosa”
Ini penting, karena apa?
Bermaksiat : Karena dibalik firman itu ternyata tersembunyi sebuah rahasia.
Jangan sekali-kali menyepelekan dosa kecil. Apapun bentuk dosa, apabila kita telah terjerumus dan masuk ke dalam lobang itu, maka hal itu akan memberi peluang kepada setan untuk mengenalkan kita pada dosa yang lain. Dan suatu dosa, apabila kita telah merasakan kenikmatannya, maka akan menjadikan kita ketagihan dan akan sulit untuk berhenti dari dosa itu. Hal ini seringkali tanpa kita sadari, telah menjadi kebiasaan hidup kita. Na’udzubillah, kita berlindung kepada Alloh.
Bermaksiat : Kawan, jangan main-main dengan kehidupan ini. Sesungguhnya hidup ini serius dan akan dipertanggung jawabkan, ingat itu. Dan yang perlu kita perhatikan lagi, bahwa kita mempunyai musuh yang lebih pintar dari kita, lebih hebat dan licik dari kita. Kita masih sangat polos untuk mengenali tipu dayanya, karena tipu dayanya sangat halus menyelusup ke dada kita. Namun jangan khawatir kawan, kita memang memiliki musuh yang licik, akan tetapi kita juga mempunyai Tuhan yang lebih hebat. Yang harus kita lakukan adalah, mendekat kepada-Nya, memohon pertolongan, jangan sekali-kali kita mencoba jauh dari-Nya. Alloh itu tidak akan lalai dalam menjaga kita, Dia akan selalu melindungi kita dari segala marabahaya, namun kita juga harus gigih dalam berjuang untuk mendapatkan ridho-Nya.
Allah SWT berfirman dalam hadits qudsi:
“ Wahai hamba-Ku, kalian tak perlu khawatir, Aku membekali kalian akal yang dengan itu kalian dapat melihat petunjukku dan menimbang antara baik dan buruk”
Ingatlah nasihat itu baik-baik, kawan. Gunakanlah akal sebelum melakukan sesuatu. Akal merupakan karunia Alloh yang sangat mahal harganya.
Bermaksiat : Memang terkadang nafsu itu mematikan akal kita, untuk itu sering-seringlah membaca istighfar agar akal kita sehat, sehingga memudahkan kita untuk menerima petunjuk.
Kawanku, ingatlah, ketika kalian melakukan dosa, maka kalian telah berada pada keadaan negative. Ketika kalian telah berada pada keadaan itu, maka kalian akan sangat kesulitan untuk kembali ke keadaan positif, dan butuh banyak sekali energy untuk bisa kembali kepada keadaan positif. Dan itu tak bisa kita biarkan, kita tak akan mendapatkan apa-apa kalau kita tanpa usaha. Meskipun dengan berdoa pun, apabila tanpa usaha untuk kembali ke kutub positif, maka akan sangat sulit dan bahkan tidak akan bisa. Karena apa? Karena pada saat kita melakukan dosa, itu berarti kita menyepelekan Alloh , tidak peduli pada peringatan-Nya, dan itu berarti kita menjauh dari-Nya. Lalu bagaimana bisa kita memohon pertolongan kepada-Nya tanpa usaha? Apakah tidak malu? Lalu, usaha apakah yang harus kita lakukan? Adalah dengan memaksa. Ya, tak ada jalan lain selain memaksa diri kita untuk kembali ke kutub positif, dengan menggunakan seluruh energy yang kita miliki. Dan jangan sampai kita lupa, bahwa di perjalanan kita nanti, kita akan berpeluang untuk melakukan dosa yang sama, karena kita telah merasakan nikmatnya. Maka, semakin berhati-hatilah dan mintalah perlindungan Alloh.
Demikian halnya ketika kita sekali saja tidak istiqomah, maka kita akan sangat kesulitan untuk memulainya. Ambil contoh sederhana misalnya biasanya kita istiqomah sholat dluha, namun karena suatu hal kita meninggalkan sholat dluha itu, maka berarti kita berhenti untuk beristiqomah, maka selanjutnya yang kita rasakan, kita akan aras-arasan untuk melakukan ibadah mulia itu, apalagi kalau kita lama tidak lagi mengerjakannya, maka akan sangat kesulitan untuk memulainya. Dan tak ada jalan lain selain dengan DIPAKSA.
Saudara-saudaraku yang saya cintai, marilah kita memulai lagi dari awal, nari kita membuka lembaran baru. Segala yang telah terjadi tak bisa kita elakkan, jadikan semua itu sebagai suatu pembelajaran untuk lebih baik lagi. Marilah kita patuhi segala aturan yang telah Allah berikan, karena aturan tersebut adalah untuk kebaikan kita juga. Untuk sebuah awal memang terasa sangat sulit, maka dari itu kita harus memaksanya dengan memohon kepada Alloh untuk mentenagai kita kepada jalan yang lurus menuju kepada ridho-Nya. Mari kita mematuhi segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya, hanya dengan itu kita bisa merasakan kebahagiaan yang sejati, kebahagiaan yang sesungguhnya, bukan kebahagiaan yang semu.
Bermaksiat : Sebelum saya menutupnya, izinkan saya memperlihatkan pesan-Nya yang lembut kepada anda. Dalam sebuah hadits Qudsi Alloh SWT berfirman:
“Wahai anak cucu Adam, kerjakanlah kebaikan untuk dirimu sebelum kematian menjemputmu, niscaya kau akan mendapati pahalanya di sisi-Ku. Barang siapa yang memohon ampun, Akulah yang mengampuninya, barang siapa yang bertobat, Akulah yang melarangnya dari perbuatan maksiat, jika hamba-Ku taat dan rela pada perintah-Ku, Aku akan memudahkan urusannya, akan menambah kekuatannya, dan melapangkan dadanya.”
“Wahai anak cucu Adam, bersabarlah dan berendah hatilah, niscaya Kumuliakan kalian, bersyukurlah kepada-Ku, niscaya Kutambah nikmat-Ku, mohonlah ampun kepada-Ku, niscaya Kuampuni, dan bila kau berdoa kepada-Ku, niscaya Kukabulkan. Bertobatlah kepada-Ku, niscaya Kuterima tobatmu. Mintalah kepada-Ku, niscaya Kuberi. Sesungguhnya kau tidak tahu seberaopa besar maksiat yang telah kau lakukan di masa lampaumu dank au tidak juga tahu seberapa besar maksiat yang akan kau lakukan di masa depanmu, karena itu jangan lupakan Aku, karena aku berbuat sekehendak-Ku”
Saya berharap tulisan saya yang sederhana ini menjadi inspirasi bagi kita semua dan menggugah hati kita serta menyadarkan kita.
Sampai jumpa di surge nanti. I love uJ
LAKSANAKAN PERINTAH, JAUHI LARANGAN, DAN JANGAN BANYAK BERTANYA
Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: مَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ فَاجْتَنِبُوْهُ، وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فَأْتُوْا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ، فَإِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ كَثْرَةُ مَسَائِلِهِمْ وَاخْتِلاَفُهُمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ.
Bahagia Itu Sederhana
Bahagia Itu Sederhana
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu , dia berkata: “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,’Apa saja yang aku larang terhadap kalian, maka jauhilah. Dan apa saja yang aku perintahkan kepada kalian, maka kerjakanlah semampu kalian. Sesungguhnya apa yang membinasakan umat sebelum kalian hanyalah karena mereka banyak bertanya dan menyelisihi Nabi-nabi mereka’.” [Diriwayatkan oleh al-Bukhâri dan Muslim].
Hadits di atas dengan redaksi seperti itu diriwayatkan oleh Muslim dan ath-Thahâwi[1] dari riwayat az-Zuhri dan Sa’îd bin al-Musayyib dan Abu Salamah dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu. Hadits di atas juga diriwayatkan dari beberapa jalan, dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu dengan lafazh:
ذَرُوْنِيْ مَا تَرَكْتُكُمْ، فَإِنَّمَا هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ سُؤَالُهُمْ وَاخْتِلاَفُهُمْ عَلَى أَنْبِيَاءِهِمْ، فَإِذَا نَهَيْتُكُمْ عَنْ شَيْءٍ فَاجْتَنِبُوْهُ، وَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِشَيْءٍ فَأْتُوْا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ.
Biarkan aku terhadap apa yang aku tinggalkan pada kalian, karena sesungguhnya orang-orang sebelum kalian binasa oleh pertanyaan dan penentangan mereka kepada nabi-nabi mereka. Jika aku melarang sesuatu terhadap kalian, jauhilah. Dan jika aku memerintahkan sesuatu kepada kalian, kerjakanlah semampu kalian.
SYARAH HADITS
LARANGAN BANYAK BERTANYA
Hadits-hadits di atas menunjukkan tentang larangan menanyakan hal-hal yang tidak perlu karena jawaban pertanyaan tersebut justru menyusahkan penanya, misalnya pertanyaan penanya apakah ia di neraka atau di surga? Apakah ayahnya bernasabkan kepadanya atau tidak? Hadits-hadits di atas juga menunjukkan larangan bertanya dengan maksud membuat bingung, tidak berguna dan sia-sia, serta mengejek seperti biasa dilakukan orang-orang munafik dan orang-orang selain mereka.
Contoh lain juga ialah menanyakan hal-hal yang disembunyikan Allah Ta’ala terhadap hamba-hamba-Nya dan tidak memperlihatkannya kepada mereka, seperti pertanyaan tentang waktu terjadinya hari Kiamat, hakikat ruh, dan lain sebagainya.
Hadits-hadits di atas juga melarang kaum Muslimin menanyakan banyak hal tentang halal dan haram karena jawabannya dikhawatirkan menjadi turunnya perintah keras di dalamnya, misalnya bertanya tentang haji, apakah haji wajib setiap tahun atau tidak. Dalam Shahîh al-Bukhâri disebutkan hadits dari Sa’ad bin Abi Waqqâsh bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ أَعْظَمَ الْمُسْلِمِيْنَ جُرْمًا مَنْ سَأَلَ عَنْ شَيْءٍ لَمْ يُحَرَّمْ، فَحُرِّمَ مِنْ أَجْلِ مَسْأَلَتِهِ.
Sesungguhnya kaum Muslimin yang paling besar dosanya ialah orang yang menanyakan sesuatu yang tidak diharamkan, kemudian sesuatu tersebut diharamkan dengan sebab pertanyaannya itu.[6]
Ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang li’an (suami-istri saling melaknat dengan sebab tuduhan berzina), (lihat an-Nûr/24 ayat 6-9) beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak suka dengan pertanyaan seperti itu hingga penanya mendapatkan musibah karenanya sebelum menjatuhkannya pada istrinya.[7]
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang desas-desus (gossip), banyak bertanya, dan menghambur-hamburkan harta.[8]
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya memberi keringanan kepada orang-orang Arab Badui dan orang-orang seperti mereka, misalnya delegasi-delegasi yang menghadap beliau guna mengambil (membujuk) hati mereka. Adapun Sahabat Muhajirin dan Anshar yang menetap di Madinah dan keimanan menancap kuat di hati mereka, maka mereka dilarang banyak bertanya.
Dalam Shahîh Muslim disebutkan hadits dari an-Nawwâs bin Sam’ân Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Aku tinggal bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di Madinah selama setahun, dan tidak ada yang menghalangiku untuk hijrah, melainkan bertanya. Karena, jika salah seorang dari kami berhijrah, maka tidak akan bisa bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.”[9]
Dalam Shahîh Muslim juga disebutkan hadits dari Anas bin Mâlik Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Kami dilarang bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang sesuatu. Yang membuat kami senang ialah seseorang yang berakal dari penduduk lembah datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian ia bertanya kepada beliau sedang kami mendengarkannya.”[10]
Ibnu ‘Abbâs Radhiyallahu anhuma berkata, “Aku tidak pernah melihat suatu kaum yang lebih baik daripada sahabat-sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka hanya bertanya tentang dua belas masalah dan kesemuanya ada di dalam Al-Qur’ân; ‘Mereka bertanya kepadamu tentang minuman keras dan judi’ -al-Baqarah/2 ayat 219; ‘Mereka bertanya kepadamu tentang bulan Haram’ – al-Baqarah/2 ayat 217); ‘Mereka bertanya kepadamu tentang anak-anak yatim’ –al-Baqarah/2 ayat 220.”[11]
Terkadang para sahabat bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang hukum sesuatu yang belum terjadi namun hal itu untuk diamalkan bila telah terjadi. Misalnya, mereka bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Kami akan bertemu musuh besok pagi. Kami tidak mempunyai pisau, bolehkah kami menyembelih dengan kayu?” Mereka juga bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang para penguasa yang beliau kabarkan sepeninggal beliau, tentang ketaatan kepada mereka, dan memerangi mereka. Dan Hudzaifah Radhiyallahu anhu bertanya kepada beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang fitnah-fitnah dan apa yang mesti ia kerjakan pada zaman tersebut.[13]